sutvartikel.com || Banggai, – Seorang ibu rumah tangga paruhbaya berinisial W tertangkap basah oleh aparat penegak hukum dari Polres Banggai, karena mencuri tandan buah sawit (TBS) di kebun milik orang lain. Ironisnya, bukannya mengakui perbuatan, justru memaki petugas.
Saat diinterogasi petugas, W terus berkilah bahwa dan tidak mengakui perbuatannya. Menurutnya, dia memanen di kebun miliknya sendiri seluas 2 hektar. Padahal, secara logika tidak mungkin kebun seluas 2 hektar dapat menghasilkan 30 ton.
Menurut E awak media di Banggai, W sedikitnya telah tertangkap basah berulang kali memanen TBS dari kebun sawit yang bukan miliknya dengan total lebih 100 ton.
Pria berkacamata itu menjabarkan, “Tidak mungkin bisa menghasilkan buah sebanyak 30 ton dari kebun seluas 2 hektar,” kata E dalam sebuah wawancara di Banggai, baru-baru ini.
E bercerita, pada mulanya W pernah bergabung di PT Sawindo Cemerlang (PT Scem) pada awal pembukaan pada tahun 2010 di bagian pembibitan sebagai pengisi benih ke polibag untuk disemai sebelum ditanam. Kemudian dipindahkan ke bagian administrasi di kantor afdeling.
Setelah bekerja sebagai administrasi afdeling beberapa waktu, W diberhentikan secara tidak hormat, lantaran pelanggaran berat. Di mana yang bersangkutan memalsukan kehadiran data administrasi karyawan dan menikmati hasil rupiah dengan tujuan untuk memperkaya diri.
Selain itu, lanjut E, wanita bertubuh gempal itu juga diduga ‘mengkondisikan’ dan mengatur seolah-olah kehilangan dana THR milik karyawan yang sejatinya akan dibagikan pada hari raya Idul Fitri.
“Iya benar, W didepak dari perusahaan, waktu itu beberapa orang yang terlibat dan disidang internal oleh Manager Kebun PT Scem karena nominalnya cukup fantastis. Hal ini diperkuat oleh bukti akurat yang diberikan oleh tim Information Technology (IT) yang mendapati laporan administrasi fiktif, –yang dibuat oleh pencuri TBS itu. Bahkan sempat terjadi cekcok antara W, –yang didampingi suami flamboyannya dengan tim IT. Dia tidak terima karena ketahuan nyolong duit perusahaan’,” imbuh awak media di Banggai tersebut.
E menambahkan, setelah diusir dari perusahaan, W mencoba peruntungan dengan membuka warung makan di depan SPBU Kecamatan Batui dengan modal utang sebesar Rp 200.000.000,- yang dipinjam dari N, pegawai Puskesmas di Kecamatan Batui.
“Namun usahanya gagal dan menderita kerugian cukup besar. Akibatnya W tidak bisa membayar hutangnya,” tambahnya.
Melihat hal tersebut, N terus menagih hutangnya. Merasa malu terus terusan ditagih, W secara membabi buta nekat mencuri TBS di kebun petani sawit.
Dan dari investigasi yang dilakukan secara mendalam serta didukung oleh bukti yang akurat, W ternyata tidak bekerja sendirian, tetapi dibantu oleh keluarganya, di antaranya suami, adik, dan iparnya.
Yang patut disesalkan, selain melakukan tindak pidana hukum, mencuri di kebun milik orang lain, W juga memprovokasi warga untuk keluar dari kerjasama koperasi Sawit Maleo Sejahtera (SMS) dengan berbagai alasan.
Selain itu, W dan keluarganya juga memaksa dan meminta diakui oleh perusahaan, adanya lahan seluas 60 hektar sebagai lahan miliknya, padahal surat-suratnya tidak jelas dan belum pernah disetor atau didafatarkan ke koperasi.
Mantan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Banggai berinisial E juga sempat dikelabui akan status wanita ini, yang mengaku sebagai petani sawit di Banggai. Padahal, yang bersangkutan bukan anggota Koperasi SMS sebagaimana diatur dalam SK Bupati Kabupaten Banggai terkait ketetapan petani plasma di Banggai.
Sejumlah pihak juga membenarkan bahwa alas hak yang katanya atas nama W tidak jelas. Bahkan, tim verifikasi dilapangan malahan menemukan surat keterangan tanah bukan atas nama dia, tetapi diakui sebagai miliknya. Kalupun ada sudah dikondisikan dalam arti dipalsukan dengan melibatkan oknum pemerintah daerah setempat.
“Tim verifikasi lapangan menemukan, bukan nama dia semuanya. Kalau tidak salah, ada nama H,K, E, H dan keluarga M. Itupun belum valid karena masih wajib di kroscek kebenarannya di Bagian Pertanahan Kabupaten Banggai” jelasnya.
Selain bermasalah dengan Koperasi SMS, W juga memiliki persoalan dengan tokoh masyarakat Banggai, berinisal ST. Dalam surat kuasanya ST, menegaskan agar W merawat lahannya. Bukan untuk memanen dan menikmati rupiah dari kebun yang dimilikinya.
Bahkan, keabsahan surat tanah ST juga disinyalir masih tumpang tindih dengan lahan milik orang lain. Persoalan ini bermula, ST memberikan dana kepada W untuk dicarikan lahan sebagai areal penggemukan sapi. Bukan lahan sawit. Namun karena dananya ‘dimakan’ W, sekarang W panik karena ST mempertanyakan alas hak atas dana yang dipercayakannya.
Karena terdesak, duitnya sudah habis. W ‘menjual nama’ ST untuk melakukan aksi klaim lahan di tanah milik orang lain. Dari analisa sejumlah institusi, dapat disimpulkan ST ditipu oleh W.
Selain memanen TBS di kebun orang, W yang dikenal temperamental, dan tidak memiliki adab serta sopan santun ini, juga seringkali menghina, menfitnah, bahkan berani melecehkan aparat penegak hukum. Berbagai perkataan kotor pun pernah terungkap.
Bahkan pada Maret 22, W pernah menghina aparat dengan menyebutnya, “anj..g perusahaan”. Padahal kehadiran aparat penegak hukum di lapangan adalah untuk menyelamatkan yang bersangkutan dari amuk massa.
Jika sampai terjadi aksi yang dilakukan mayoritas pemilik kebun sawit atas tindakan melawan hukum yang dilakukan W tentunya hal ini diharapkan tidak terjadi.
Sejumlah keluarga juga turut menyesalkan dan malu atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan saudara W. Kita memang memiliki semboyan “torang samua basudara”, tapi kalau W anggota keluarga yang bertindak sebagai maling dan sudah diingatkan beberapa kali namun masih saja melacarkan aksinya.
Siapa lagi yang mau jadi keluarganya. Yang ada malah bikin malu nama keluarga besar.”(Ar/m.sanusi/Harno)